PENAFSIRAN HAKIM

Pentingnya Penafsiran Hukum Oleh Hakim
Dalam Mencari Keadilan Di Negara Hukum
Oleh:
Arming,S.H

A. Latar Belakang
Al-qur’an, rujukan pertama sebelum hadist, adalah respon Allah terhadap problematika kemanusiaan. Ia turun sebagai bentuk kepedulian Allah tehadap makhluk-Nya. Ia adalah bukti ke-Agungan dan ke-Murahan. Mengarahkan manusia kepada kebaikan. Menunjukan jalan yang benar. Menyelamatkan manusia dari kesesatan dan mengajak manusia kepada kebajikan serta mendorong manusia untuk progressif menuju terciptanya tatanan masyarakat yang ideal.
Namun demikian, al-Qur’an tidak serta merta memberikan gambarang penyelesaian sebuah masalah ketika masalah itu timbul secara jelas dan absolute Ini semua disebabkan karena ia adalah kalam ilahi, bukan kalam manusia, yang mana didalamnya terdapat disparitas yang mencolok antara pemahaman manusia dan kalam ilahi terhadap kata dan makna. Sedari itu perlu adanya seorang mufassir yang bertugas mengupas tuntas disparitas antara kata dan makna yang terkandung di dalamnya.
Dalam hal ini urgensi penafsiran dan mufassir ini tidak lepas dari kandungan al-qur’an yang tidak semuanya bersifat eksplisit, namun implisit. Hal-hal yang bersifat implisit inilah yang perlu kirannya untuk di kaji dan dibedah makna yang tersimpan didalamnya. Selain itu karena bagian-bagian al-qur’an ada yang bersifat kompleks dan memerlukan penjabaran, semu yang memerlukan penjelasan, dan seterusnya.
Yang demikian itu diperlukan sebagai penguat posisi al-qur’an sebagai penjelas segala sesuatu. Maka dari itu, ketika al-Qur’an dirasa tidak bisa memberikan pemahaman secara gamblang diperlukan seorang mufassir yang bertugas mengupas tuntas permasalahan dan problematika makna dalam al-Qur’an.
Berangkat dari permasalahan di atas dapat kita ketahui bersama bahwa sejak zaman dahulu tafsir itu sudah di anut dalam agama, sehingga dikembangkan sampai kepada dunia hukum sekarang seperti yang kita alami pada saat ini. Membicarakan mengenai tafsir dalam Negara hukum seperti Indonesia ini sangat diperlukan oleh para hakim-hakim pada khususnya sehingga dalam meberikan putusan tidak terjadinya multi tafsir dan kesalahan di dalam menegakkan keadilan.
Jika memandang teori hukum berasal dan merupakan gabungan dari dua suku kata Teori dan Hukum . Dimana salah satu pertanyaan pertama ketika awal mempelajari dan berbicara mengenai hukum adalah apakah hukum itu?, akan tetapi baik mulai sejak Plato sampai Hart, dari Aritoeteles hingga Dworkin, sampai dengan saat ini belum terdapat jawaban dan definisi atau rumusan pengertian mengenai hukum yang memuaskan dan baku, melainkan pengertian hukum dikaitkan dengan teks dan konteks apa hukum tersebut dibicarakan. Teori hukum, menurut Bruggink, adalah merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan.
Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori hukum mempunyai makna ganda yaitu teori hukum sebagai produk dan teori hukum sebagai proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan Teori hukum dapat dikatakan sebagai proses, adalah karena teori hukum tersebut merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum.
Sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang beranggapan, bahwa teori berada di kawasan yang jauh daripada praktis, bahkan sering menimbulkan kesan tidak praktis dan kurang membantu memecahkan persoalan-persoalan secara konkret. Singkat kata, teori itu menghambat, bertele-tele, dan memusingkan. Pendapat tersebut, tentu saja tidak benar. Fungsi utama teori adalah memberikan penjelasan terhadap suatu masalah. Semakin baik kemampuan suatu teori untuk menjelaskan, semakin tinggi penerimaan terhadap teori tersebut. Apabila di kemudian hari muncul teori baru yang mampu memberikan penjelasan yang lebih baik, maka teori yang lama pun akan ditinggalkan. Hal tersebut sangat lumrah dalam dunia ilmu pengetahuan.
Suatu ilmu tanpa teori yang kuat, bagaikan bangunan tanpa pondasi yang kukuh. Demikian juga ilmu hukum sebagai suatu sistem keilmuan sangat membutuhkan penguasaan wawasan berbagai ”teori hukum” (Legal Theory, The Philosophy of Law, Jurisprudence), maupun ”konsep hukum” (The Legal Precepts), terutama dalam rangka mengisi pembangunan di bidang hukum dalam era reformasi . Bukan hanya tuntutan lahirnya suatu atau berbagai peraturan perundang-undangan yang baru, tetapi juga termasuk paradigma baru hukum, yang cocok bagi iklim perubahan Indonesia di abad kedua puluh satu ini.
Salah satu contoh yang menarik, suatu peristiwa yang memerlukan sebuah teori, untuk memecahkan kebuntuan atas munculnya beberapa opini dan pendapat, ketika Jaksa Agung RI, Hendarman Supanji, dinilai oleh berbagai pihak illegal (tidak sah). Kenapa tidak sah?, karena pada saat pelantikan Kabinet Pemerintahan Jilid II oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono, Hendarman Supanji tidak ikut dilantik sebagai Jaksa Agung RI, padahal Jaksa Agung, adalah salah satu jabatan, pejabat negara yang ada dalam Kabinet Pemerintahan Jilid II. Oleh karena negara Indonesia adalah negara hukum, maka sudah barang tentu dalam menghadapi dan menyelesaikan kasus ini, harus melalui pendekatan teori hukum.
Dan juga salah satu contoh lagi dapat kita lihat, yaitu kasus Bank Century, di mana di perlemen (DPR), telah dilakukan langkah dan upaya demokrasi dengan cara para anggota DPR dipersilahkan memilih, opsi A atau opsi C. Pilihan ini dilakukan dalam menentukan benar atau tidaknya terdapat pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century, yang pada akhirnya telah dilakukan vooting pada sidang pleno. Hasil vooting suara, ternyata suara terbanyak ada pada opsi C, sehingga DPR menyimpulkan bahwa dalam kasus Bank Century terdapat pelanggaran hukum dan hasil pleno DPR tersebut, harus dibawa ke rana hukum. Persoalannya sekarang, dan menimbulkan pertanyaan besar bahwa apakah benar suatu kebenaran harus ditempuh dan diperoleh dengan cara atau melalui hasil vooting suara.
Dalam berbagai kasus hukum yang terjadi di tanah air, seringkali menimbulkan pendapat pro dan kontra yang kemudian mencuat menjadi bahan perbincangan publik. Salah satu penyebabnya tidak lain karena para penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara) seringkali mempunyai persepsi maupun penafsiran yang berbeda dalam menangani suatu kasus, meskipun sebenarnya landasan hukum dan aturan main (rule of game) yang digunakan sama.
Sebut saja kasus yang pernah terjadi misalnya ketika Hakim Bismar Siregar menganalogikan “kemaluan wanita” sebagai suatu “barang”, sehingga seorang pria yang ingkar janji menikahi pasangannya dapat dianggap telah menipu “barang” milik orang lain (Pasal 378 KUHP). Kemudian dalam kasus pengajuan Peninjauan Kembali, Jaksa Penuntut Umum menganggap dirinya berwenang meskipun KUHAP tidak mengatur masalah itu, perbedaan interpretasi dalam menentukan delik pornografi atau pada kasus yang terjadi beberapa waktu lalu di Yogyakarta ketika termohon pra peradilan dalam eksepsinya mendalilkan bahwa pelecehan seksual tidak diatur dalam perundang-undangan (KUHP).
Dalam konteks hukum, perbedaan tafsir terhadap perundang-udangan sebenarnya hal yang biasa terjadi sejak zaman dulu. Meskipun demikian, terhadap kasus-kasus seperti itu, perlu kiranya mendapat perhatian dan kajian yang serius di masa mendatang, supaya tidak berdampak merugikan kepentingan pencari keadilan (justiciabel).
Dalam praktek harus diakui, seringkali dijumpai suatu permasalahan yang belum diatur dalam perundang-undangan ataupun kalau sudah diatur tetapi ketentuan perundang-undangan tersebut tidak mengatur secara jelas dan lengkap. Bahkan seperti dikemukakan Sudikno Mertokusumo, bahwa tidak ada hukum atau UU yang lengkap selengkap-lengkapnyanya atau jelas dengan sejelas-jelasnya. Karena fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia dengan mengatur seluruh kegiatan manusia. Sedangkan kepentingan manusia itu tidak terhitung jumlah dan jenisnya, dan terus menerus berkembang sepanjang masa. Oleh karena itu kalau UU-nya tidak jelas atau tidak lengkap harus dijelaskan atau dilengkapi dengan menemukan hukumnya.
Interpretasi atau penafsiran hukum ini hanyalah merupakan salah satu metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding). Selain itu masih ada beberapa metode penemuan hukum yang dapat digunakan oleh Hakim. Manakala hukumnya tidak jelas, maka digunakan metode interpretasi (penafsiran), sedangkan apabila aturan hukumnya tidak lengkap atau tidak ada digunakan metode argumentasi (argumentum per analogian, argumentum a contrario, rechtvervijning, fiksi hukum) dan metode eksposisi (konstruksi hukum) untuk membentuk pengertian-pengertian hukum baru. Masing-masing metode ini masih dapat diuraikan dan dirinci lebih lanjut. Adapun sumber utama penemuan hukum secara hierarkhi dimulai dari peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasional dan baru kemudian doctrine (pendapat ahli hukum).
Kalau mengacu kepada UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebenarnya ada beberapa ketentuan yang bisa menjadi rujukan. Pasal 14 ayat (1) menyatakan “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dengan demikian hukum yang tidak ada atau kurang jelas, tidak dapat dijadikan alasan penolakan bagi Hakim terhadap suatu perkara yang diajukan pencari keadilan.
Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) menyebutkan “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang”. Pasal 5 ayat (1) ini tentunya lebih luas ruang lingkupnya dibandingkan Pasal 20 AB, yang menyebutkan Hakim mengadili menurut Undang-undang, karena pengertian “hukum” di sini bisa dalam arti hukum tertulis (perundang-undangan) maupun hukum yang tidak tertulis (hukum adat atau kebiasaan). Pentingnya Hakim memperhatikan hukum tidak tertulis ini dipertegas lagi dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) yang menegaskan “Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Apabila dicermati, pasal-pasal di atas terutama berkaitan erat dengan tugas dan kewajiban seorang hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara. Dalam kaitan ini, Hakim perlu juga memperhatikan idee des recht, yang meliputi tiga unsur, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), keadilan (Gerechtigkeit) dan kemanfaatan (Zweckmassigkeit) secara proporsional. Tetapi memang bukan hal yang mudah untuk dapat mengakomodir ketiga unsur tersebut.
Suatu masalah yang secara normatif jelas kepastian hukumnya belumlah tentu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sebaliknya sesuatu yang adil belum tentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini, patutlah direnungkan pendapat Bismar Siregar, bahwa hakim harus berani menafsirkan Undang-undang (UU) agar UU berfungsi sebagai hukum yang hidup (living law), karena Hakim tidak semata-mata menegakkan aturan formal, tetapi juga harus menemukan keadilan yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Senada dengan itu, Thomas Aquinas mengemukakan bahwa esensi hukum adalah keadilan, oleh karena itu hukum yang tidak adil bukanlah hukum. Demikian pula apabila dilihat dari kepala putusan bukanlah demi kepastian hukum, tetapi berupa kalimat yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam ajaran Islampun apabila seseorang memutuskan sesuatu hukuman di antara manusia, diperintahkan untuk memutuskan dengan adil. Al Qur’an Surat An-Nisa :58 menegaskan : “…dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…”. Dengan demikian menurut hemat kami, keadilan harus ditegakkan dan menjadi titik tekan dalam penegakan hukum tanpa mengabaikan kepastian hukum itu sendiri.
Begitu pentingnya peran dan tugas Hakim dalam penegakan hukum, maka dalam hukum acara Hakim dianggap mengetahui semua persoalan hukumnya (ius curia novit), di mana pada saatnya nanti akan menentukan ‘hitam putihnya” hukum melalui putusan-putusannya. Tidak mengherankan, Hakim sering menjadi tumpuan harapan bagi tegaknya hukum dan keadilan di tanah air ini, meskipun harapan tersebut tidak selalu menjadi kenyataan.

B. Rumusan Masalah
Dalam pemaparan yang telah terterah di atas dalam tulisan ini akan di jadikan permasalahan adalah:
1. Seberapa besar pengaruh Penafsiran Hakim dalam menegekkan hukum di dalam Negara hukum?

C. Pembahasan
Berbicara mengenai peranan hakim, maka tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, dalam mencipta keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat serta dalam rangka untuk mencari keadilan hukum khusunya dalam Negara hukum seperti Indonesia pada umumnya yang, mana Indonesia sudah meprokalamirkan sebagai Negara hukum yang tertuang dalam Konstitusi (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia) khusunya pasal 1 ayat (3) .
Antara Undang-undang dengan Hakim yang memimpin suatu pengadilan terdapat hubungan yang erat dan harmonis antara satu dengan lainnya. Dalam hubungan tugas hakim dan perundang-undangan terdapat beberapa aliran yaitu:
1. Aliran Legis (pandangan Legalisme), menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbuat selain daripada menerapkan undang-undang secara tegas. Hakim hanya sekedar terompet undang-undang (bouche de la loi). Menurut ajaran ini, undang-undang dianggap kramat karena merupakan peraturan yang dikukuhkan Allah sendiri dan sebagai suatu sistem logis yang berlaku bagi semua perkara, karena sifatnya rasional. Tokoh-tokohnya antara lain John Austin, Hans Kelsen.
2. Aliran Penemuan Hukum Oleh Hakim.
a. Aliran Begriffsjurisprudenz, mengajarkan bahwa sekalipun benar undang-undang itu tidak lengkap, namun undang-undang masih dapat menutupi kekurangan-kekurangannya sendiri, karena undang-undang memiliki daya meluas, dan hukum sebagai sistem tertutup. Kekurangan undang-undang menurut aliran ini hendaknya diisi oleh hakim dengan penggunaan hukum-hukum logika (silogisme) sebagai dasar utamanya dan memperluas undang-undang berdasarkan rasio sesuai dengan perkembangan teori hukum berupa sistem pengertian-pengertian hukum (konsep-konsep yuridik) sebagai tujuan—bukan sebagai sarana, sehingga hakim dapat mengwujudkan kepastian hukum.
b. Aliran Interessenjurisprudenz (Freirechtsschule), menyatakan hakim dan pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan penemuan hukum, tidak sekedar menerapkan undang-undang, tetapi juga mencakupi memperluas, mempersempit dan membentuk peraturan dalam putusan hakim dari tiap-tiap perkara konkrit yang dihadapkan padanya, agar tercapai keadilan yang setinggi-tingginya, dan dalam keadaan tertentu hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang, demi kemanfaatan masyarakat. Jadi yang diutamakan bukanlah kepastian hukum, karena peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasional dan doktrin hanyalah sebagai “pengantar” atau “Pembuka jalan”, “pedoman” dan “bahan inspirasi” atau sarana bagi hakim untuk membentuk dan menemukan sendiri hukumnya yang dinyatakan dalam putusannya atas suatu perkara yang diadilinya dan dihadapkan padanya itu. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain O. Bulow, E. Stampe dan E. Fughs.
c. Aliran Soziologische Rechtsschule, mengajarkan bahwa Hakim seyogianya mendasarkan putusannya sesuai dengan dan memperhatikan kesadaran hukum dan perasaan hukum serta kenyataan-kenyataan masyarakat, yang sedang hidup di dalam masyarakat ketika putusan itu dijatuhkan. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Arthur Honderson, J. Valkhor, A Auburtin dan G. Gurvitch.
d. Ajaran Paul Scholten. Sistem hukum itu tidak statis—melainkan sistem terbuka, open system van het recht—karena sistem hukum itu membutuhkan putusan-putusan (penetapan-penetapan) dari hakim atas dasar penilaian dan hasil dari penilaian itu menciptakan sesuatu yang baru dan senantiasa menambah luasnya sistem hukum tersebut.
Dalam mencarikan hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu perkara yang dihadapkan kepadanya tersebut, Hakim yang bersangkutan harus melakukan Penemuan Hukum.
Menurut Mertokusumo ada beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah “Penemuan Hukum”, yaitu ada yang mengartikannya sebagai “Pelaksanaan Hukum”, “Penerapan Hukum”, “Pembentukan Hukum” atau “Penciptaan Hukum”. Pelaksanaan hukum dapat diartikan menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran. Penerapan hukum berarti menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang abstrak sifatnya pada peristiwa konkrit. Pembentukan Hukum adalah merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku umum bagi setiap orang. Sedangkan Penciptaan hukum ini memberikan kesan bahwa hukum itu hanya semata peraturan tertulis saja, sehingga kalau tidak diatur dalam peraturan tertulis, maka kewajiban hakimlah untuk menciptakannya. Dari ketiga istilah tersebut, menurut Mertokusumo, istilah yang lebih tepat adalah Penemuan Hukum, karena sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU Kekuasaan Kehakiman.
Penemuan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali, ada dua jenis yaitu: (1) Penemuan Hukum Heteronom adalah jika dalam penemuan hukum hakim sepenuhnya tunduk pada undang-undang, hakim hanya mengkonstatir bahwa undang-undang dapat diterapkan pada peristiwa konkritnya, kemudian hakim menerapkannya menurut bunyi undang-undang tersebut. (2) Penemuan Hukum Otonom adalah jika hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh pandangan-pandangan, pemahaman, pengalaman dan pengamatan atau pikirannya sendiri. Jadi hakim memutus suatu perkara yang dihadapkan padanya menurut apresiasi pribadi, tanpa terikat mutlak kepada ketentuan undang-udang.
Sedangkan Pitlo sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali membedakan Penemuan hukum dalam dua jenis yaitu:(1) Penemuan Hukum dalam arti sempit, penemuan yang semata-mata hanya kegiatan berpikir yang disyaratkan, karena tidak ada pegangan yang cukup dalam undang-undang. (2)Penemuan Hukum dalam arti luas, selain kegiatan berpikir juga mencakup interpretasi.
Dalam mencarikan hukum yang tepat dan melakukan Penemuan hukum, guna memberikan putusan atas dan terhadap peristiwa konkrit yang dihadapkan padanya tersebut, Hakim akan mengolah sumber-sumber hukum baik yang telah tersedia maupun yang belum tersedia, dengan cara mengambil rujukan utama dari sumber-sumber tertentu yang secara hirarkis berturut dan bertingkat dimulai dari hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) sebagai sumber utama, apabila tidak ditemukan barulah ke hukum kebiasaan atau hukum tidak tertulis, kemudian yurisprudensi, begitu seterusnya dilanjutkan pada perjanjian internasional barulah doktrin dan ilmu pengetahuan.
Hakim menerapkan peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) sebagai sumber utama dalam rangka melakukan pembentukan hukum, mencarikan hukum yang tepat dan penemuan hukum terhadap suatu perkara tersebut, dihadapkan dalam beberapa keadaan, yaitu dengan cara dan sesuai dengan keadaan yang ditemuinya sebagai berikut:
a. Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, telah ada dan telah jelas, maka Hakim menerapkan ketentuan tersebut;
b. Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, telah ada, akan tetapi tidak jelas arti dan maknanya, maka Hakim yang bersangkutan melakukan interpretasi atas materi ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut.
c. Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, tidak atau belum ada pengaturannya, maka usaha yang ditempuh oleh Hakim yang bersangkutan adalah mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan penalaran logis.
Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa metode penafsiran (interpretasi) ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Metode penafsiran letterlijk atau literal
Yang mana metode ini diartiakan penafsiran letterlijk atau harfia yang dalam hal ini difokuskan pada arti atau makna kata (word). Utrecht memberikan penjelasan mengenai penafsiran menurut arti kata istilah (taalkudige interpretasi) yaitu kewajiban bagi hakim mencari arti kata dalam Undang-Undang dengan membuka kamu bahasa atau meminta keteranagan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup hakim harus mempelajari kata peraturan-peraturan yang lainnya. Cara penafsiran ini, munurut Utrecht, merupakan penafsiran pertama yang ditempu atau usaha permulaan untuk menafsirkan
2. Metode Penafsiran Gramatikal (Bahasa)
Metode Penafsiran Gramatikal (Bahasa) atau interpretasi bahasa merupakan penafasiran yang menekankan pada makna teks yang di dalamnya kaidah hukum dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertolak dari makna menurut pemakaian bahasa sehari-hari atau makna tekni yuridi yang sudah tertib hukum kodifikasi, teks harfiah undang-undang dinilai sangat penting. Namun penafsiran Gramitikal saja dilah cukup jika tentang hal-hal yang ditafsirkan itu sudah menjadi perdebatan.
3. Metode Penafsiran Restriktif
Pitlo dan Sudikno mengartikan penafsiran ini sebagai menafsirankan dengan cara membatasi penafsiran sesuai dengan kata yang maknanya sudah tertentu. Jika suatu norma hukum yang sederhana sudah dirumuskan sudah jelas dan expresis verbis, tidak diterapkan lagi untuk menetapkan metode-metode penafsiran yang bersifat kompleks. Cukuplah hal tersebut dipahami dengan maknanya yang sudah jelas itu.
4. Metode Penafsiran Ekstensif
Menurut Pitlo dan Sudikno, hasil penafsiran ini melebihi hasil penafsiran gramatikal. Penalaran yang digunakan dalam metode Eksistensif ini merupakan kebalikan dari penalaran metode restriktif. Penafsiran restriktif bersifat membatasi, sedangkan penafsiran ekstensif bersifat memperluas sehingga penafsiran sehingga penafsiran tidak hanya dilakukan pada batas-batas pemaknaan teknis dan gramatikal kata-kata yang terkandung dalam suatu rumusan norma hukum yang bersangkutan.
5. Metode Penafsiran Autentik
Penafsiran autentik atau resmi menurut Uctrech, merupakan penafsiran sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pembut undang-undang (legislator) dalam undang-undang itu sendiri, misalnya arti kata yang menjelasakan dalam pasal atau dalam penjelasannya. Menurut Sudikno dan Pitlo, penafsiran yang demikian hanya boleh dilakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-undang.
6. Metode Penafsiran Sistematik
Metode ini menafsirkan menurut system yang ada dalam hukum itu sendiri artinya. Yakni menafsirkan dengan melihat naska-naska hukum lainnya. Jika yang ditafsirkan adalah pasal dalam undang-undang ketentuan-ketentuan yang sama apalagi suatu asas dalam peraturan lainya juga harus dijadikan acuan.
7. Metode Penafsiran Sejarah Undang-Undang
Metode ini berdasarkan diri pada makna histori yang dalam perumusan undang-undang itu sendiri. Metode penafsiran ini salah satu metode penafsiran sejarah dalam arti sempit yaitu, dengan merujuk pada sejarah penyusunannya, membaca risalah, komisi-komisi, dan naska-naska yang lain mempunyai hubungan termasuk surat – menyurat yang berkaitan dengan penyusuan undang-undang. Menurut Utrecht penafsiran sejarah undang-undang memfokuskan pada latar belakang sejarah rumusan naska, dan bagaimana perdebatan yang terjadi ketika naska hendak dirumuskan.
8. Metode Penafsiran Historis arti luas
Metode penafsiran dangan sejarah hukum, dalam hal ini mencakup dua pengertian yaitu; (i) penafsiran sejarah perumusan undang-undang, (ii) penafsiran sejarah hukum itu sendri, yaitu melalui penafsiran sejarah hukum yang bertujuan untuk mencari makna yang dikaitkan dengan masa lampau.

9. Metode Penafsiran Sosio-Historis
Metode ini menyangkut penafsiran sosio-historis ini mempertimbangkan pula berbagai konteks perkembangan masyarakat yang melahirkan norma yang hendak ditafsirkan dengan seksama. Dipihak lain ini lebih memusatkan perhatian pada konteks sejarah masyarakat yang memengaruhi rumusan naskah ketika norma hukum yang bersangkutan terbentuk di masa lalu.
10. Metode Penafsiran Sosiologis
Motode Penafsiran Sosiologis (sociological interpretation) ini mendasarkan diri pada penafsiran yang bersifat sosiologis yang mana dalam hal ini adalah konteks sosial dimana ketika suatu nasaka dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naska. Peristiwa yang terjadi dimasyarakat acapkali mempengaruhi legislator ketika subuah naska hukum dirumuskan.
11. Metode Penafsiran Teleologis
Metode penafsiran ini memusatkan perhatian pada persoalan, apa tujuan yang hendak dicapai dalam norma hukum yang ditentukan dalam teks. Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan jangka waktunya.



12. Metode Penafsiran Holistik
Metode Penafsiran Holistik merupakan aspek keseluruhan unsure yang terkait. Yang mana penafsiran ini mengaitkan penafsiran suatu naska hukum dangan konteks keseluruhan dari jiwa naska hukum tersebut. Ide yang terkandung dalam metode ini mengandaikan bahwa setiap naskah hukum seperti undang-undang ataupun dasar undang-undang dasar harus dilihat sebagai satu kesatuan system norma hukum yang terikat untuk mumm.
Selain itu, hakim dalam melakukan penafsiran suatu materi peraturan perundang-undangan terhadap perkara yang dihadapkan padanya, harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu:
1. materi peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh Hakim tersebut;
2. tempat dimana perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut terjadi;
3. zaman perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut terjadi.
Berkaitan dengan interpretasi tersebut, juga dibutuhkan adanya penalaran logis (konstruksi), yang terdiri 4 (empat) jenis yaitu:
1. Argumentum Per Analogiam (Analogi) atau Abtraksi, hakim dalam rangka melakukan penemuan hukum, menerapkan sesuatu ketentuan hukum, bagi suatu keadaan yang pada dasarnya sama dengan suatu keadaan yang secara eksplisit telah diatur dalam ketentuan hukum tersebut tadi, tetapi penampilan atau bentuk perwujudannya (bentuk hukum) lain.
2. Argumentum A Contrario (a contrario), merupakan cara penafsiran atau penjelasan undang-undang yang dilakukan oleh hakim dengan mendasarkan pada pengertian sebaliknya dari suatu peristiwa konkrit yang dihadapi dengan suatu peristiwa konkrit yang telah diatur dalam undang-undang. Hakim mengatakan “peraturan ini saya terapkan pada peristiwa yang tidak diatur ini, tetapi secara kebalikannya. Jadi pada a contrario titik berat diletakkan pada ketidak-samaan peristiwanya.
3. Enghalusan Hukum (rechtverfijning) atau penyempitan hukum (penghalusan hukum) atau determinatie (pengkhususan) atau Pengkonkritan hukum (Refinement of the law). Jadi Hakim bukan membenarkan rumusan peraturan perundang-undangan secara langsung apa adanya, melainkan hakim melakukan pengecualian-pengecualian (penyimpangan-penyimpangan) baru terhadap peraturan perundang-undangan, karena rumusan undang-undang terlalu luas dan bersifat umum, maka perlu dipersempit dan diperjelas oleh Hakim untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa konkrit tertentu yang dihadapkan padanya.
4. Fiksi Hukum (fictio juris), yaitu dengan cara menambahkan fakta-fakta yang baru, guna mengatasi benturan antara tuntutan-tuntutan yang baru dan sistem yang ada, sehingga tampil suatu personifikasi baru di hadapan kita, yang bukan kenyataan. Apabila ia telah diterima dalam kehidupan hukum, misalnya melalui keputusan hakim, maka iapun sudah berubah menjadi bagian dari hukum positif dan tidak boleh lagi disebut-sebut sebagai fiksi. Salah satu contoh fiksi hukum yang penting yang masih diakui oleh dan digunakan dalam hukum modern adalah “adopsi”, dimana seseorang yang sebetulnya bukan merupakan anak kandung dari orang tua yang mengadopsinya, diterima sebagai demikian melalui fiksi hukum dengan segala akibat yang mengikutinya.
Dengan demikian, Hakim berfungsi melengkapi ketentuan-ketentuan hukum tertulis atau membuat hukum baru (creation of new law) dengan cara melakukan pembentukan hukum (rechtsvorming) baru dan penemuan hukum (rechtsvinding), guna mengisi kekosongan dalam hukum dan mencegah tidak ditanganinya suatu perkara dengan alasan karena hukum tertulisnya sudah ada tetapi belum jelas, atau sama sekali hukum tertulisnya tidak ada untuk kasus in konkretto.
Dalam penegakan hukum, Hakim senantiasa dalam putusannya memperhatikan dan menerapkan serta mencerminkan tiga unsur atau asas yaitu Kepastian hukum (Rechtssicherheit) , kemamfaatan (Zweckmassigkeiit) dan Keadilan (Gerechtigkeit) dengan mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang diantara ketiga unsur tersebut.
Sehingga hakim yang bersangkutan itu tidak boleh hanya mengutamakan atau menonjolkan salah satu unsur saja sedangkan dua unsur lainnya dari ketiga unsur penegakan hukum tersebut dikorbankan atau dikesampingkan begitu saja. Oleh karenanya, dapatlah dikatakan bahwa suatu putusan hakim adalah merupakan hukum dalam arti sebenarnya, karena putusan tersebut di dasarkan pada suatu perkara konkrit yang diadili, diperiksa dan diputus oleh hakim yang bersangkutan yang kepadanya dihadapkan perkara tersebut.
Sehingga dalam hal ini pertingnya seorang hakim memandang suatu tafsir agar dapat mencapai kesempurnaan hukum dengan dasar-dasar nilai akdemisi yang telah ada, sehingga dalam mengambil suatu putusan tidak mendapatkan kontroversi yang cukup sengit dari pada para ahli-ahli hukum khususnya.

D. Penutup
Oleh karena Teori hukum muncul, lahir dan berkembang sebagai jawaban atas permasalahan hukum atau menggugat suatu pemikiran hukum yang dominan di suatu saat, maka agar dapat memahami suatu teori hukum tidak dapat dilepaskan dari inter dan antar masa, faktor, keadaan, kondisi sosial kemasyarakatan, kenegaraan yang melingkupi tumbuh dan berkembangnnya teori hukum yang bersangkutan.
Meskipun teori hukum tidak difokuskan pada tahapan penyelesaian sengketa dan tidak difokuskan pula pada hukum positif tertentu, akan tetapi teori hukum dapat digunakan sebagai pisau analisis dengan pendekatan aliran hukum positif dan aliran penemuan hukum oleh hakim, untuk mengkaji peranan dan putusan hukum hakim.
Putusan hakim adalah merupakan hukum dalam arti sebenarnya, karena putusan tersebut di dasarkan pada suatu perkara konkrit yang diadili, diperiksa dan diputus oleh hakim yang bersangkutan yang kepadanya dihadapkan perkara tersebut. Relevansi dengan penafsiran terhadap hakim gunakan dalam suatu persidangan atau dalam memutus suatu perkara perlu adanya tafsir hukum yang menguatkan amar putusan hakim yang akan dijatuhkan agar tidak terdapatnya multi tafsir dalam hukum tersebut dan juga pada nantinya diharapkan dapat memberikan penegakan hukum yang sempurnah dalam Negara hukum khususnya.








SUMBER BACAAN :

Bambang Sutiyoso, 2008, “Penafsiran Hukum Penegak Hukum” http://masyos.wordpress.com/penafsiran-hukum-penegak-hukum.

Hamid Afief , 2008 “Menyibak Probelmatika Tafsir Bi Al Ma’stur”.http://www.kaweki.ac.id.

Jimly Asshiddiqie, 2010 “ Pengantar Ilmu Tata Negara”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7 Response to "PENAFSIRAN HAKIM"

  1. Anonim says:

    Yuk bergabung bersama kami di togel online terbaik dan terpecaya
    Dan coba keberuntugan anda di sini...
    kami menyediakan permainan....
    TOGEL
    DD48 RED BLUE LIVE
    info lebih jelas silakan kunjugi CS kami.....
    Telp : +85581569708
    BBM : D8E23B5C
    Line : togelpelangi
    Skype : Togel Pelangi
    Live Chat : http://www.togelpelangi.com/

    BOLAVITA Merupakan Situs Game Bola Online, Live Casino Dan TOGEL ONLINE TERPERCAYA Dan TERLAMA Di INDONESIA.

    Permainan Yang Kami Sediakan:

    * SPORTSBOOK
    * LIVE CASINO
    * TOGEL
    * SLOT GAME
    * LIVE NUMBER
    * SICBO
    * DRAGON TIGER
    * BACCARAT
    * ROULETTE
    * POKER
    * SABUNG AYAM
    * BOLA TANGKAS
    * DLL

    Tentu Kami Menyediakan Promo Yang Menarik Untuk Anda Yang Bergabung Di Tempat Kita.

    * BONUS REFERRAL SEUMUR HIDUP
    * BONUS DEPOSIT SETIAP HARI
    * BONUS SPORTSBOOK 10%
    * CASHBACK SPORTSBOOK HINGGA 7%
    * CASHBACK GAMES 10%
    * BONUS TURN OVER ROLLINGAN CASINO 0,7%

    Untuk Info Yang Lebih Jelas Nya Silahkan Langsung Hubungi CS Kita Yang Online 24 Jam.

    Boss Juga Bisa Kirim Via :
    Wechat : Bolavita
    WA : +6281377055002
    Line : cs_bolavita
    BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )

    Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    awdawd says:

    BOLAVITA AGEN BOLA TERPERCAYA
    Profile BOLAVITA :
    BOLAVITA Sudah berdiri sejak Maret 2013 sampai sekarang.
    BOLAVITA Master Agent dari Betting Online yang telah terpercaya. Proses layanan yang cepat, ramah, dan dapat selalu diandalkan adalah Visi kami.
    BOLAVITA melayani pembukaan user-ID atau member dari website-website betting online terbesar di dunia saat ini seperti SBOBET, IBCBET, WM55, Klik4D dan 338A(Casino SBOBET).

    SBOBET & IBCBET
    Minimal Bet HDP / OU Sportbook : 25.000 ( 25 )
    Minimal Mixparlay, 1x2, Corect Score Sportbook : 13.000 ( 13 )

    388A SBOBET CASINO & WM55CASINO
    Minimal Bet : Low , Medium & High
    Low : 5 - 1.000
    Medium : 100 - 5.000
    High : 500 - 30.000

    KLIK4D ( TOGEL )
    4D = 65%
    3D = 59%
    2D = 29%
    Minimal Bet : 1.000 ( 1 )

    PROMO :
    New Member Bonus10% Sportbook
    New Bonus Deposit 5%
    Bonus Cashback 5% sampai 10% Sportsbook
    Bonus Rollingan Casino 0.7%
    New Cashback Sabung Ayam 10%
    Mari bergabung bersama kami di BOLAVITA
    Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami

    Livechat : Tersedia di website kami di www.BOLAVITA.site
    Wechat : Bolavita
    WA : +62812-2222-995
    Line : cs_bolavita
    BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )

    Proses Depo/WD Cepat, Aman, dan Terpecaya !!​

    Anonim says:

    Selamat pagi para member setia AGENS128, oke gengs kali ini kami akan memberikan kepada kalian BONUS TERBARU yang akan kami berikan kepada kalian semua, jadi untuk kalian semua yang yang ingin mencoba bonus yang kami berikan ini kalian bisa mendaftarkan diri kalian sekarang juga bersama kami dan dapatkan bonus yang kami berikan kepada kalian sekarang juga.

    Untuk keterangan lebih lanjut, segera hubungi kami di:

    BBM : D8B84EE1 atau AGENS128
    WA : 0852-2255-5128

    Ayo Daftarkan Diri Anda Sekarang Juga :) :D

    Unknown says:

    Selamat pagi para member setia AGENS128, oke gengs kali ini kami akan memberikan kepada kalian promo menarik yang kami miliki yaitu PROMO REFFERAL SEBESAR 5% + 2% yang akan kami berikan kepada kalian semua yang mengajak teman anda bermain bersama di agen kami, jadi untuk kalian yang mau mencoba promo menarik ini kalian bisa menghubungi kami sekarang juga dan menangkan puluhan bahkan ratusan juta rupiah hanya bersama kami AGENS128 sebagai agen terpercaya se-Indonesia .

    Untuk keterangan lebih lanjut, segera hubungi kami di:
    BBM : D8B84EE1 atau AGENS128
    WA : 0852-2255-5128

    Ayo tunggu apalagi !!

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme